Rabu, 30 November 2011

Makalah Protozoa Darah dan Jaringan


TUGAS TERSTRUKTUR  MATA KULIAH
PARASITOLOGI
PROTOZOA PARASIT DARAH DAN JARINGAN

unsoed.jpg

Disusun Oleh :
1.      Asti  Dwi Noverina          G1B010009
2.      Rizki Kurniasari              G1B010029
3.      Ciska Artika                    G1B010030
4.      Inda Risqiyana                G1B010048
5.      Amaliyah                          G1B010050
6.      Kiki Sri Lestari                G1B010054


KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah tersebut.
Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi). Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam ( WHO 1997 ).
  1. Tujuan
  • Mengetahui spesies-spesies dari protozoa parasit darah dan jaringan.
  • Mengetahui klasifikasi, morfologi, epidemiologi, distribusi geografis, siklus hidup, patologi, pencegahan dan pengobatan dari setiap spesies protozoa parasit darah dan jaringan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Protozoa Darah dan Jaringan
1.        Protozoa Parasit pada Darah Manusia serta Vertebrata lainnya
Protozoa yang hidup parasit di dalam darah dan jaringan manusia mencakup berbagai jenis yaitu Trypanosoma spp, Leishmania spp, Plasmodium spp, dan Toxoplasma gondii. Parasit Trypanosoma cukup luas penyebarannya, sebagian tidak patogen, di dalam darah hewan mamalia, reptilia, amfibia, burung, ikan ada ada 3 spesies patogen pada manusia yaitu Trypanosoma gambiense, T. rhodesiense dan T. cruzi. Bentuk-bentuk perkembangan familia Trypanosomidae ini adalah Trypomastigot, Epimastigot, Promastigot, dan Amastigot. Bentuk-bentuk perkembangan ini ada yang lengkap dan ada pula yang tidak lengkap. Daur hidup Trypanosoma pada mamalia terjadi berganti-ganti di dalam inang vertebrata dan invertebrata. Penularan Trypanosoma dan dapat secara langsung dan dapat secara tidak langsung yaitu mengalami pertumbuhan siklik (mekanik) di dalam serangga pengisap darah sebelum menjadi infektif. Vektor bagi Trypanosoma gambiense dan T. rhodesiense adalah lalat tse-tse, sedangkan Trypanosoma cruzi adalah serangga reduvidae. Klasifikasi Trypanosoma didasarkan atas morfologi, cara penularan dan sifat patogen. Parasit Plasmodium penyebab malaria yang tersebar sangat luas dan banyak menimbulkan kematian pada manusia ada 4 spesies yaitu P. vivax, P. malariae, P. falciparum dan P. ovale, sedangkan spesies lainnya dapat menginfeksi burung, monyet, rodentia dan sebagainya. Pembasmiannya sangat tergantung pada penggunaan insektisida, pengobatan dan faktor-faktor sosio ekonomi yang cukup komplex. Untuk kelangsungan hidup parasit tersebut mempunyai fase schizogoni, fase gametogami, dan fase sporogoni. Patologinya menyebabkan pecahnya eritrosit, reaksi humoral kelemahan limpa, hati, ginjal dan gangguan peredaran darah. Gejala klinis ialah serangan demam yang intermitten dan pembesaran limpa. Pencegahan mencakup pengurangan sumber infeksi, pengendalian nyamuk malaria. Pengobatan meliputi penghancuran parasit praeritrositik, obat represif, obat penyembuh dan obat radikal untuk bentuk eksoeritrositik, gametositik dan gametastatik.
2.        Protozoa Parasit Pada Jaringan
Protozoa parasit jaringan merupakan protozoa parasit yang hidup berparasit di dalam jaringan hospesnya. Protozoa parasit ini merupakan penyebab penyakit bagi manusia dan hewan khususnya dan berperan penting dalam dunia kesehatan pada umumnya. Protozoa yang bersifat parasit pada jaringan hospes ini meliputi 2 kelas yaitu kelas Flagellata dan Sporozoa. Pada kelas Flagellata berupa genus Leishmania sedangkan pada kelas Sporozoa berupa genus Toxoplasma. Dari genus Leishmania ini hanya terdapat 3 spesies penting terutama bagi kesehatan manusia yaitu dapat menyebabkan penyakit leishmaniasis. Adapun ketiga spesies tersebut adalah Leishmania donovani penyebab leishmaniasis visceral; Leishmania tropica penyebab leishmaniasis kulit dan Leishmania brazilliennis penyebab leishmaniasis muko kutis. Meskipun ketiga genus Leishmania ini merupakan protozoa parasit pada jaringan, tetapi di dalam daur (siklus) hidupnya masih tetap membutuhkan hospes perantara untuk kelangsungan hidupnya. Adapun sebagai hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus dan darah manusia. Di antara genus Toxoplasma hanya satu spesies saja yang mampu menginfeksi berbagai macam hospes yaitu spesies Toxoplasma gondii. T. gondii ini merupakan penyebab penyakit toxoplasmosis pada manusia. Di dalam daur hidupnya mempunyai tiga bentuk perkembangan yaitu bentuk zoite, kista dan ookista. Sebagai berikut infektifnya adalah sporozoit, kestozoit dan endozoit. Sedangkan cara infeksinya adalah bukan dengan melalui vektor, tetapi dengan berbagai cara yaitu per-os, transplantasi, transfusi ataupun dengan kista, trophozoit atau ookista selama melakukan penelitian di laboratorium. Peristiwa ini dapat mengakibatkan toxoplasmosis kongenital dan toxoplasmosis dapatan (perolehan). Penularan dari manusia ke manusia terjadi dengan melalui plasenta penyebab toxoplasmosis kongenital.
B.     Spesies Protozoa Jaringan
1.    Leishmania donovani
a.       Klasifikasi
Phylum            : Sarcomastigophora
Subphylum      : Mastigophora
Ordo                : Kinetoplasitida
Famili              : Trypanosomatidae
Genus              : Leishmania
Spesies            : Leismania donovani
b.      Hospes dan Nama  Penyakit
Manusia merupakan hospes definitif dan parasit ini dapat menyebabkan penyakit yang disebut leismaniasis viseral, yang disebut juga kala azar atau tropical splenomegaly atau dum-dum fever.Hospes reservoarnya adalah anjing. Di beberapa daerah, penyakit ini dapat merupakan penyakit pada anjing yang sewaktu-waktu dapat ditularkan kepada manusia. Lalat Phlebotomus merupakan hospes perantara atau vektornya. Pada leismaniasis viseral atau kala azar didapatkan lima tipe kala azar yang disesuaikan dengan letak geografik dan tipe strain dari vektornya. Kelima macam penyakit kala azar itu adalah : 1) tipe India, yang menyerang orang dewasa muda. Ini adalah tipe kala azar yang klasik dan tidak ditemukan pada hospes reservoar (anjing); 2) Tipe Mediterania, yang menghinggapi anak balita dan mempunyai hospes reservoar anjing atau binatang buas; 3) Tipe Cina, yang biasanya menyerang anak balita tetapi dapat juga menyerang orang dewasa; 4)Tipe Sudan, yang mengghinggapi anak remaja dan orang dewasa muda. Juga tidak ditemukan pada anjing , tetapi mungkin mempunyai hospes reservoar binatang buas; 5) Tipe Amerika Selatan, penyakit ini jarang terjadi (sporadis) dan dapat menyerang semua umur. 
c.       Morfologi
Pada manusia parasit ini hidup intraselular dalam darah, yaitu dalam sel darah retikulo-endotel (RE) sebagai stadium amastigot yang disebut benda Leishman donovan. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang dan berukuran kira – kira 2 mikron. Sel RE dapat terisi penuh oleh parasit sehingga sel itu mudah pecah. 
d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Disekitar laut tengah penyakit ini hanya terdapat pada anak balita dan disebut “kala azar infatil”. Anjing merupakan hospes reservoar dan penting sebagai sumber infeksi. Pada anjing kelainan terdapat pada kulit, dinamakan “Hunde kala azar“. Di Eropa dan Amerika Selatan anjing sebagai binatang peleharaan juga merupakan hospes reservoar, sedangkan di India penularan terjadi langsung antara manusia dan manusia karena anjing tidak penting sebagai hospes reservoar. Daerah endemi penyakit ini sangat luas, yaitu berbagai negara di Asia  (India), Afrika, Eropa (sekitar Laut Tengah), Amerika Tengah dan Selatan. Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.
e.       Siklus Hidup
Stadium amastigot sementara berada dalam peredaran darah tepi, kemudian masuk atau mencari sel RE yang lain, sehingga stadium ini dapat ditemukan dalam sel RE hati,limpa,sumsum tulang dan kelenjar limfe viseral. Di lambung phlebotomus, stadium amastigot ini berubah menjadi stadium promastigot yang kemudian bermigrasi ke probosis.Infeksi terjadi dengan tusukan lalat phlebotomus yang memasukan stadium promastigot melalui probosisnya ke dalam badan manusia.
f.       Patologi dan Gejala Klinis
Oleh karena banyak sel RE yang rusak, maka tubuh berusaha membentuk sel-sel baru, sehingga terjadi hiperplasi dan hipertrofi sel RE. Akibatnya terjadi pembesaran limpa (splenomegali), pembesaran hati (hepatomegali), pembesaran kelenjar limfe (limfadenopati) dan anemia oleh karena pembentukan sel darah terdesak. Masa tunas penyakit ini belum pasti, biasanya berkisar antara 2-4 bulan. Setelah masa tunas, timbul demam yang berlangsung 2-4 minggu mula-mula tidak teratur, kemudian intermiten. Kadang-kadang demam menunjukkan dua puncak sehari (double rise).
Demam lalu hilang, tetapi dapat kambuh lagi. Lambat laun timbul splenomegali dan hepatomegali. Kelenjar limfe di usus dapat di serang oleh parasit ini.Pada infeksi berat di usus dapat terjadi diare dan disentri. Anemia dan leukopenia terjadi sebagai akibat di serangnya sumsum tulang. Kemudian timbul anoreksia (tidak nafsu makan) dan terjadi kakeksia (kurus kering), sehingga penderita menjadi lemah sekali. Daya tahan tubuh menurun, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder. Sebagai penyulit antara lain dapat terjadi kankrum oris an noma. Penyakit kala azar biasanya bersifat menahun. Sesudah gejala kala azar surut dapat timbul Leismanoid dermal, yaitu kelainan pada kulit yang disebut Leismaniasis pasca kala azar. Pada penderita AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) dan penderita kanker yang diobati dengan obat-obat imunosuspresan leismania dapat hidup tanpa menimbulkan gejala leismaniasis viseral.
g.      Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, yang kemudian ditegakan dengan :
1) menemukan parasit dalam sediaan darah langsung, biopsi hati, limpa, kelenjar limfe dan pungsi sumsum tulang penderita, 2) pembiakan bahan tersebut dalam medium N.N.N, 3) inokulasi bahan tersebut pada binatang percobaan, 4) reaksi imunologi yaitu :
1.  Uji aglutinasi langsung (DAT atau Direct Aglutination Test)
2. ELISA (Enzyme Linked Immuno sorbent Assay) untuk mendeteksi adanya zat anti pada penelitian di lapangan. Untuk mengidentifikasi parasit secara cepat dikembangkan zat anti monoklonal yang spesifik, yang juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya antigen guna keperluan diagnostik.
3. Western blot untuk mendeteksi antigen yang timbul selama infeksi.
4. Reaksi rantai polimerase (PCR atau Polymerase Chain Reaction) untuk mendiagnosis leismaniasis di lapangan dan leismaniasis pada penderita dengan infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) karena uji serologi untuk mendeteksi adanya zat anti tidak berguna banyak pada kasus-kasus ini.
h.      Pencegahan dan Pengobatan
Natrium antimonium glukonat, etilstibamin, diamidin, pentamidin, amfoterasin B dan stilbamidin merupakan obat yang toksik tetapi sangat efektif untuk pengobatan penyakit ini. Selain itu penderita memetlukan istirahat total selama menderita penyakit akut, juga memerlukan banyak makanan yang mengandung kadar protein tinggi dan vitamin. Tranfusi darah diberikan pada penderita   dengan anemia berat, edema atau perdarahan pada selaput mukosa.
2. Leishmania tropica
a.       Klasifikasi
Phylum            : Sarcomastigophora
Subphylum      : Mastigophora
Ordo                : Kinetoplasitida
Famili              : Trypanosomatidae
Genus              : Leishmania
Spesies            : Leismania tropica
b.      Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes definitif parasit ini dan yang berperan sebagai hospes reserboar adalah anjing, ferbil, dan binatang pengerat lainnya. Hospes perantaranya adalah lalat Phlebotomus. Parasit ini menyebabkan leismaniasis kulit atau “oriental sore”. Ada dua tipe “oriental sore” yang disebabkan oleh strain yang berlainan, yaitu : 1) leismaniasis kulit tipe kering atau “urban” yang menyebabkan penyakit menahun; 2) leismaniasis kulit tipe basah atau “rural” yang menyebabkan penyakit akut.
c.       Morfologi
Parasit hanya hidup di dalam sel RE di bawah kulit di dekat porte d’entree, sebagai stadium amastigot dan tidak menyebar ke bagian lain. Morfologi parasit ini dapat dibedakan dari L. donovani. Bentuk promastigot yang merupakan bentuk infektif dapat ditemukan pada lalat Phlebotomus sebagai vektornya atau dalam biakan. L. tropica dalam sediaan apus dari lesi kulit terdapat intraselular dalam leukosit, sel monomer. Sel polinukleut dan sel epitel atau terdapat ekstraselular. Cara infeksi sama seperti L. donovani.
d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Anjing, gerbil dan binatang pengerat lainnya merupakan sumber infeksi yang penting bagi manusia. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya transmisi antara penderita dan vektor, dianjurkan untuk menutup lika pada penderita.
Daerah endemi penyakit ini terdapat di berbagai negeri sekitar Laut Tengah, Laut Hitam, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, negeri-negeri Arab, India, Pakistan dan Sailan. Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.
e.       Siklus Hidup
Stadium amastigot sementara berada dalam peredaran tepi, kemudian masuk atau mencari sel RE yang lain, sehingga stadium ini dapat ditemukan dalam sel RE hati,limpa,sumsum tulang dan kelenjar limfe viseral. Di lambung phlebotomus, stadium amastigot ini berubah menjadi stadium promastigot yang kemudian bermigrasi ke probosis. Infeksi terjadi dengan tusukan lalat phlebotomus yang memasukan stadium promastigot melalui probosisnya ke dalam badan manusia.
f.       Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas penyakit ini adalah 2 minggu sampai 3 tahun.Pada manusia penyakit ini terbatas pada jaringan kulit dan kadang-kadang menyerang selaput mukosa. Pada “porte d’entree” terjadi hiperplasia sel RE yang mengandung stadium amastigot; mula-mula terbentuk makula dan kemudian menjadi papula lalu pecah dan terjadi suatu ulkus. Ulkus ini dapat sembuh sendiri dalam waktu beberapa bulan, kemudian meniinggalkan parut yang kecil. Bila terjadi infeksi sekunder oleh bakteri , mungkin timbul gejala umum seperti demam, menggigil dan bila ulkus sembuh dapat meninggalkan parut yang besar. Ulkus pada leismaniasis kulit atau “oriental sore” dapat sembuh sendiri dalam beberapa bulan , meskipun penderita tidak diobati.
g.      Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan: 1) menemukan parasit dlam sediaan apus yang diambil dari tepi ulkus atau dari sediaan biopsi; 2) pembiakan dalam medium N.N.N; 3) reaksi imunologi.
h.      Pencegahan dan Pengobatan
Pada penelitian, obat-obat yang dapat menghasilkan kesembuhan pada leismaniasis kulit adalah salep yang mengandung paromomisin, sedangkan alopurinol ternyata juga efektif pada pengobatan leismaniasis kulit.
Pengobatanlokal dilakukan bila hanya ada satu atau dua ulkus saja. Bila terjadi luka multipel atau luka yangsudah lanjut diberi neostibosan. Di daerah endemi bila terdapat luka di daerah muka, dianjurkan tidak diberi pengobatan sampai waktu tertentu supaya penderita mendapat kekebalan. Akan tetapi untuk daerah non-endemik pengobatan harus segera diberikan. 
3. Leishmania brasiliensis
a.       Klasifikasi
Phylum     : Sarcomastigophora
Subphylum: Mastigophora
Ordo         : Kinetoplasitida
Famili       : Trypanosomatidae
Genus       : Leishmania
Spesies      : Leismania brasiliensis
b.      Hospes dan Penyakit
Manusia merupakan hospes definitif parasit ini dan lalat Phelobotomus berperan sebagai hospes perantara. Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut leismaniasis mukokutis atau leismaniasis Amerika atau penyakit Espundia. Penyakit ini dapat dibagi menjadi tiga tipe menurut “strain” yang menyebabkannya, yaitu : 1) tipe ulkus Meksiko dengan lesi yang terbatas pada telinga. Penyakitnya menahun, parasitnya sedikit, ulkusnya kecil-kecil dan tidak menyebar ke mukosa lainnya; 2) tipe uta, lesi kulit yang menyerupai “oriental sore”, pada lesi yang dini lebih banyak ditemukan parasitnya daripada lesi yang sudah lama; penyakit ini jarang menyebar ke selaput mukosa; dan 3) tipe Espundia, sering bersifat polipoid dan ulkus dapat menyebar ke lapisan mukokutis dan kutis.
c.       Morfologi
http://pirun.kps.ku.ac.th/%7Eg522560018/l_brasiliensis.JPG
Morfologi parasit ini tidak dapat dibedakan dari L.donovani dan L.tropica. stadium amastigothidup dalam sel RE dibawah kulit pada “porte d’entree” dan menyebar ke selaput lendir (mukosa) yang berdekatan, seperti mulut, hidung dan tulang rawan telinga. Stadium promastigot terdapat pada lalat Phelebotomus sebagai bentuk infektif. Bentuk ini juga ditemukan dalam biakan N.N.N.
d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Di daerah endemi penyakit terbatas di daerah pinggiran hutan dan banyak terdapat pada orang dewasa laki-laki yang bekerja di hutan, sedangkan di Brazil sepertiga penderitanya adalah anak-anak. Diduga, bahwa hospes reservoar adalah binatang liar. Anjing kadang-kadang mengandung parasit ini tetapi tidak menimbulkan kelainan pada tubuh binatang tersebut.
Penyakit ini ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan (mulai dari Guatemala sampai ke Argentina Utara dan Paraguay). Di Indonesia penyakit ini belum pernah ditemukan.
e.       Siklus Hidup
Stadium amastigot sementara berada dalam peredaran darah tepi, kemudian masuk atau mencari sel RE yang lain, sehingga stadium ini dapat ditemukan dalam sel RE hati,limpa,sumsum tulang dan kelenjar limfe viseral. Di lambung phlebotomus, stadium amastigot ini berubah menjadi stadium promastigot yang kemudian bermigrasi ke probosis.Infeksi terjadi dengan tusukan lalat phlebotomus yang memasukan stadium promastigot melalui probosisnya ke dalam badan manusia.

f.       Patologi dan Gejala Klinis
Masa tunas penyakit iniberlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Pada “porte d’entree” terjadi hiperplasi sel RE yang mengandung stadium amastigot. Kemudian timbul makula dan papula, setelah itu papula pecah dan terjadi ulkus. Parasit yang keluar bersama sekret ulkus menyebabkan ulkus baru atau granuloma. Saluran limfe tersumbat dan terjadi nekrosis. Infeksi sekunder oleh bakteri merupakan penyulit, sehingga terjadi destruksi tulang rawan padaa hidung atau telinga. Penyakit ini berlangsung bertahun-tahun dan bila tidak diobati dapat sembuh sendiri. Ulkus dapat sembuh sendiri dengan meeninggalkan parut.
Lesi yang terjadi pada tipe uta, sama bentuknya dengan tipe Meksiko, hanya predileksi pada telinga kurang dan jarang menghinggapi selaput lendir. Masa tunas pada tipe Espundia adalah 2 - 3 bulan dan biasanya lesi pertama terjadi pada kulit dan mungkin juga terdapat di selaput lendir, baru setelah kira-kira satu tahun  terjadi lesi sekunder yang dapat menyebabkan cacat.
g.      Dignosis
Diagnosis ditegakkan dengan : 1) menemukan parasit dalam sediaan apus atau sediaan biopsi dari tepi ulkus; 2) pembiakan dalam medium N.N.N; 3) reaksi imunologi.
h.      Pencegahan dan pengobatan
Di Tunisia penanggulangan leismaniasis kulit dilakukan dengan membasmi koloni gerbil (hospes reservoar) dan menghilangkan sumber makanan gerbil dengan membuang semak-semak serta mencegah pertumbuhannya kembali dengan cara menanami pohon di tempat tersebut. Di Peru penanggulangan leismaniasis kulit meliputi pemakaian insektisida di daerah perumahan dan sekitarnya yang merupakan fokus transmisi, serta memakai pakaian,  gelang, topi yang telah dicelup dalam repelen dilapangan yang merupakan fokus infeksi.
4.             Toxoplasma gondii
a.       Klasifikasi
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Upakelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Toxoplasma
Spesies:
T. gondii
Nama binomial Toxoplasma gondii
b.      Hospes dan Nama Penyakit
Hospes definitif T. gondii adalah kucing dan binatang sejenisnya (Felidae). Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan burung. Parasit ini menyebabkan toksoplasmosis kongenital dan toksoplasmosis akuisita.
c.       Morfologi
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan badan golgi. Tidak mempunyai kinetoplas dan sentrosom serta tidak berpigmen. Bentuk ini terdapat di dalam tubuh hospes perantara seperti burung dan mamalia termasuk manusia dan kucing sebagal hospes definitif. Takizoit ditemukan pada infeksi akut dalam berbagai jaringan tubuh. Takizoit dapat memasuki tiap sel yang berinti . Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris.
Di otak bentuk kista lonjong atau bulat, tetapi di dalam otot bentuk kista mengikuti bentuk sel otot. Kista ini merupakan stadium istirahat dari T. gondii. Pada infeksi kronis kista dapat ditemukan dalam jaringan organ tubuh dan terutama di otak. Ookista berbentuk lonjong, berukuran 11-14 x 9-11 mikron. Ookista mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya ke dua sporoblas membentuk dinding dan menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8x2 mikron dan sebuah benda residu. Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian.
d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular pacta manusia atau hewan lain. Seekor kucing dapat mengeluarkan sampai 10 juta ookista sehari selama 2 minggu. Di dalam tanah yang lembab dan teduh, ookista dapat hidup lama sampai lebih dari satu tahun. sedangkan tempat yang terkena sinar matahari langsung dan tanah kering dapat memperpendek hidupnya. Bila di sekitar rumah tidak ada tanah, kucing akan berdefekasi di lantai atau tempat lain, di mana ookista bisa hidup cukup lama bila tempat tersebut lembab. Cacing tanah mencampur ookista dengan tanah, kecoa dan lalat dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari tanah atau lantai kemakanan. Di Indonesia tanah yang mengandung ookista Toxoplasma belum diselidiki. Ookista ini dapat hidup lebih dari satu tahun di tanah yang lembab. Bila ookista tertelan oleh tikus, tikus terinfeksi dan akan terbentuk kista dalam otot dan otaknya. Bila tikus dimakan oleh kucing, maka kucing akan tertular lagi. Bila ookista ini tertelan oleh manusia atau hewan lain, maka akan terjadi infeksi. Misalnya kambing, sapi dan kuda pemakan rumput yang mungkin tercemar tinja kucing yang mengandung ookista, dapat terinfeksi. Juga ayam dan burung yang mencari makan di tanah (misal cacing tanah) juga dapat terinfeksi. Manusia juga dapat terinfeksi. Manusia juga dapat tertular dengan ookista di tanah, misalnya bila makan sayursayuran mentah yang tercemar tinja kuning, atau setelah berkebun lupa mencuci tangan sewaktu mau makan. Anak balita yang bermain di tanah juga dapat terinfeksi oleh ookista.
Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalammasa hidupnya. Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani dagig mentah seperti juru masak. Krista T. gondii dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -40 0C sampai tiga minggu. Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu – 150 0C selama tiga hari dan pada suhu -200 0C selama dua hari. Daging dapat menjadi hangat pada semua bagian dengan suhu 6500C selama empat sampai lima menit atau lebih maka secara keseluruhan daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat. Konsumsi daging mentah atau daging yang kurang masak merupakan sumber infeksi pada manusia. Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii. Jalur alami dari infeksi T.gondii pada manusia telah difokuskan pada tertelannya ookista dan kista parasit ini secara tidak sengaja, kecuali perpindahan secara kongenital. Pentingnya peranan kista dalam perpindahan tersebut dapat diabaikan, sesuai dengan rendahnya tingkat prevalensi pada hewanhewan potong atau hewan pedaging, maka ookistanya dapat menjadi sumber utama bagi infeksi pada manusia. Prevalensi zat anti T. gondii berbeda di berbagai daerah geografik, seperti pada ketinggian yang berbeda di daerah rendah prevalensi zat anti lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tinggi. Prevalensi zat anti ini juga lebih tinggi di daerah tropik. Pada umumnya prevalensi zat anti T. gondii yang positif meningkat sesuai dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.
e.       Siklus Hidup
Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif dari T. gondii. Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit (skizogoni).
Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur seksual. Merozoit masuk ke dalam sel epitel dan membentuk makrogametosit dan mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah terjadi pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama tinja kucing. Di luar tubuh kucing, ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista yang masing-masing berisi empat sporozoit (sporogoni).
Bila ookista tertelan oleh mamalia seperti domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi daur aseksual yang menghasilkan takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten). Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi maka berbagai stadium seksual di dalam sel epitel usus muda akan terbentuk lagi. Jika hospes perantara yang dimakan kucing mengandung kista T. gondii, maka masa prepatennya 2 -3 hari. Tetapi bila ookista tertelan langsung oleh kucing, maka masa prepatennya 20 -24 hari. Dengan demikian kucing lebih mudah terinfeksi oleh kista dari pada oleh ookista.
f.       Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala. Pada infeksi akut, limfa denopati sering dijumpai pada kelenjer getah bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia, malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit pada demam titus, sedangkan pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial. Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Adayang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrade sabin yang disertai kelainan psikomotorik. Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang sangatberat dan menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ penting dan juga pada sistem syaraf penderita. Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital. Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi bermacam-macam jenisnya. Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata. Infeksi T. gondii pada individu dengan imunodefisiensi menyebabkan manifestasi penyakit dari tingkat ringan, sedang sampai berat, tergantung kepada derajat imunodefisiensinya. Pada penderita imunodefisiensi, infeksi T. gondii menjadi nyata, misalnya pada penderita karsinoma, leukemia atau penyakit lain yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis tinggi atau radiasi. Gejala yang timbul biasanya demam tinggi, disertai gejala susunan syaraf pusat karena adanya ensefalitis difus. Gejala klinis yang berat ini mungkin disebabkan oleh eksaserbasi akut dari infeksi yang terjadi sebelumnya atau akibat infeksi baru yang menunjukkan gejala klinis yang dramatis karena adanya imuno-defisiensi. Pada penderita AIDS, infeksi T. gondii sering menyebabkan ensefalitis dan kematian. Sebagian besar penderita AIDS dengan ensefalitis akibat T. gondii tidak menunjukkan pembentukan antibodi dalam serum.
g.      Diagnosis



h.      Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang diduga menderita infeksi primer dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan dengan spiramisin. Vaksin untuk mencegah infeksi toksoplasmosis pada manusia belum tersedia sampai saat ini.

5.      Trypanosoma gambiense
a.       Klasifikasi
Domain           : Eukarya
Kingdom         : Excavata
Phylum            : Euglenozoa
Class                : Kinetoplastida
Order               : Trypanosomatida
Genus              : Trypanosoma
Species            : Trypanosoma gambiense


b.      Hospes dan Penyakit
Manusia merupakan hospes dari spesies ini. Hospes reservoar Trypanosoma gambiense adalah binatang peliharaan seperti sapi, babi, kambing dan sebagainya. Lalat Glossina berperan sebagai hospes perantara. Panyakitnya disebut tripanosomiasis Afrika atau sleeping sickness.
Jenis penyakit tidur Afrika Barat (Gambia) yang disebabkan oleh Trypanosoma  gambiense pertama kali dilaporkan oleh Forde di tahun 1902 ketika organisme ini ditemukan dalam darah seorang kapten pelaut Eropa yang bekerja di Sungan Gambia.
c.       Morfologi
Bentuk trypanosoma (trypomastigot) dapat ditemukan dalam darah, cairan serebrospinal (CSS), aspirasi kelenjar limfe, dan aspirasi caian dari chancre trypanosomal yang terbentuk pada tempat gigitan lalat tsetse. Bentuk tripomastigot berkembang biak secara belah pasang longitudinal. Organisme ini bersifat pleomorfik, pada satu sediaan hapus darah dapat terlihat aneka bentuk tripanosomal. Bentuknya berfariasi dari yang panjang, 30 µm atau lebih, langsing, dengan flagel yang panjang (tripomastigot), sampai pada bentuk yang pendek kurang lebih 15 µm, gemuk tanpa flagel yang bebas.
Dalam darah bentuk trypanosoma tidak berwarna dan bergerak dengan cepat diantara sel darah merah. Membran bergelombang dan flagel mungkin terlihat pada organisme yang bererak lambat. Bentuk tripomastigot panjangnya 14 sampai 33 µm dan lebar 1,5 sampai 3,5 µm. dengan pulasan Giemsa dan Wright, sitoplasma tampak berwarna biru muda, dengan granula yang berwarna biru tua, mungkin terdapat vakuola. Inti yang terletak di tengah berwarna kemerahan. Pada ujung posterior terletak kinetoplas, yang juga berwarna kemerahan. Kinetoplas berisi benda parabasal dan bleparoflas, yang tidak mungkin dibedakan. Flagel muncul dari blefaroplas, demikian juga membran bergelombang. Flagel berjalan sepanjang tepi membran bergelombang sampai membaran bergelombang bersatu dengan badan trypanosoma pada ujung anterior organisme. Pada titik ini flagel menjadi bebas melewati badan trypanosoma.
Bentuk trypanosoma akan ditelan lalat tsetse (Glosinna) ketika mengisap darah. Organisme akan berkembang biak di dalam lumen “mid gut“ dan “hind-gut“ lalat. Setelah kira – kira 2 minggu, organisme akan bermigrasi kembalai ke kelenjar ludah melalui hipofaring dan saluran kelenjar ludah; organisme kemudia akan melekat pada sel epitel saluran kelenjar ludah dan mengadakan transpormasi ke bentuk epimastigot. Pada bentuk epimastigot, inti terletak posterior dari kinetoplas, berbeda dengan tripomastigot, dimana inti terletak anterior dari kinetoplas.
d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Hospes perantara untuk T. gambiense adalah Glossina palpalis yang terdapat di daerah dataran rendah dengan hutan yang lebat dan keadaan lembab. Peran hospes reservoar T.gambiensis tidak penting karena penyakit ditularkan dari manusia ke lalat, kemudian ke manusia lain.
Spesies ini ditemukan di daerah Afrika tropik, yaitu antara garis lintang utara 15 0 dan garis lintang selatan 18 0. T. gambiense terdapat dibagian tengah dan barat.
e.       Siklus Hidup
Organisme terus memperbanyak diri dan bentuk metasiklik (infektif) selama 2-5 hari dalam kelenjar ludah lalat tsetse. Dengan terbentuknya metasiklik, lalat tsetse tersebut menjadi infektif dan dapat memasukkan bentuk ini dari kelenjar ludah ke dalam luka kulit pada saat lalat mengisap darah lagi. Seluruh siklus perkembangan dalam lalat tsetse membutuhkan waktu 3 minggu, Trypanosoma gambiense ditularkan oleh Glossina palpalis dan Glossina tachinoides, baik lalat tsetse betina maupun jantan dapat menularkan penyakit ini.
Pada waktu darah mamalia dihisap, oleh lalat tse tse yang infektif (genus Glossina) maka akan memasukkan metacyclic trypomastigotes kedalam jaringan kulit. Parasit–parasit akan masuk ke dalam sistem lymphatic dan ke dalam aliran darah (1). di dalam tubuh tuan rumah, mereka berubah menjadi trypomastigotes di dalam aliran darah. (2). dan ini akan dibawa ke sisi lain melalui tubuh, cairan darah kaya yang lain (e.g., lymph, spinal fluid), dan berlanjut bertambah banyak dengan binary fission (3). Segala siklus hidup dari African Trypanosomes telah ditampilkan pada tingkat ektra seluler. Lalat tsetse menjadi infektif dengan trypomastigotes dalam aliran darah  ketika mengisap darah mamalia yang terinfeksi (4), (5). Pada alat penghisap lalat parasit berubah menjadi procyclic trypomastigotes, bertambah banyak dengan binary fission (6). meninggalkan alat penghisap, dan berubah menjadi epimastigotes (7). Air liur lalat kaya akan epimastigotes dan pertambahan banyak berlanjut dengan  binary fission (8). Siklus dalam tubuh lalat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu. Manusia merupakan reservoir utama untuk Trypanosoma gambiense, tetapi spesies in dapat selalu ditemukan pada binatang. 
f.       Patologi dan Gejala Klinis
Setelah digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan setempat. Beberapa hari kemudian, pada tempat tersebut dapat timbul nodul atau chancre (3-4 cm). Lesi primer ini tidak menetap dan akan menghilang setelah 1 – 2 minggu, nodul ini seringkali terlihat pada orang Eropa tetapi jarang pada penduduk setempat di daerah endemi.
Bentuk tripomastigot dapat ditemukan dalam cairan aspirasi ulkus tersebut. Bentuk tripomastigot dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan parasetemia ringan tanpa gejala klinik dan dapat berlangsung selama berbulan–bulan. Pada keadaan ini, parasit mungkin sulit ditemukan meskipun dengan pemeriksaan sediaan darah tebal. Selama masa ini, infeksi dapat sembuh sendiri tanpa gejala klinik atau kelainan pada kelenjar limfe.
Gejala pertama akan terlihat jelas bila terjadi invasi pada kelenjar limfe, diikuti dengan timbulnya demam remiten yang tidak teratur dan keluar keringat pada malam hari. Demam sering disertai dengan sakit kepala, malaise dan anoreksia. Periode demam yang berlangsung sampai satu minggu akan diikuti dengan periode tanpa demam yang waktunya bervariasi dan kemudian timbul lesi periode demam yang lain. Banyak tripomastiot ditemukan dalam peredaran darah pada saat demam tetapi pada saat tanpa demam jumlahnya sedikit. Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak nyeri. Meskipun dapat mengenai kelenjar limfe dimana saja, kelenjar limfe di daerah servikal posterior merupakan tempat yang paling sering terinfeksi (tanda Winterbottom) Bentuk tripomastigot dapat diaspirasi dari kelenjar limfe yang membesar. Selain kelenjar limfe, terjadi juga pembesaran pada limpa dan hati.
Pada Trypanosomiasis Gambia, stadium darah–limfe dapat berlansung bertahun–tahun sebelum timbul sindroma penyakit tidur. Pada orang berkulit cerah, ruam kulit berbentuk eritema yang tidak teratur (irregular erytematous skin rash) Eretema multiforme dapat terjadi 6 – 8 minggu setelah terjadi infeksi. Ruam akan hilang dalam beberapa jam, dan timbul serta hilangnya ruam ini terjadi pada periode demam. Sensasi terhadap rasa sakit pada pasien dapat berkurang.
Stadium penyakit tidur timbul setelah bentuk tripomstigot menginvasi susunan saraf pusat (SSP). Perubahan tingkah laku dan kepribadian terlihat selama invasi SSP. Gejala–gejala Trypanosomiasis Gambia adalah meningoensepalitis progresif, apati, kebingungan, kelemahan, hilangnya koordinasi, dan somnolen. Pada fase terminal penyakitnya, pasien menjadi emasiasi, jatuh ke dalam koma dan meninggal, biasanya akibat infeksi sekunder. Penekanan daya tahan tubuh pada pasien TrypanosomiasisGambia ditunjukkan dengan menurunnya kekebalan seluler dan humoral.
g.      Dignosis
Tanda–tanda kelainan fisik dan riwayat klinik sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Gejala–gejala diagnostik termasuk demam yang tidak teratur, pembesaran kelenjar limfe (terutama di bagian segitiga servikal posterior, yang dikenal dengan tanda Winterbottom), berkurangnya sensori terhadap rasa sakit (tanda Kerandel), dan ruam kulit berupa eritema. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan bentuk tripomastigot dalam darah, aspirasi kelenjar limfe, dan CSS.
Adanya periodesitas, menyebabkan jumlah parasit dalam darah akan berbeda–beda dan sejumlah teknik harus digunakan untuk menemukan bentuk tripomastigot. Selain sedian darah tipis dan tebal, dianjurkan menggunakan metode konsentrasi “buffy coat“ untuk menemukan parasit apabila jumlahnya sedikit. Parasit dapat ditemukan dalam sediaan darah tebal apabila jumlahnya lebih dari 2000/ ml, lebih dari 100/ml dengan konsentrasi pada tabung hematokrit, dan lebih dari 4/ ml dengan tabung penukar anion (anion exchange columm).
Pemeriksaan CSS harus dilakukan dengan medium sentrifuge. Bila jumlah tripomastigot dalam darah tidak terdeteksi, bentuk ini mungkin masih dapat ditemukan pada aspirasi kelenjar limfe yang meradang, namun untuk menemukannya secara histopatologi tidaklah praktis. Specimen darah dan CSS harus diperiksa selama pengobatan dan 1 hingga 2 bulsn setelah pengobatan.
Pemeriksaan serologis yang banyak digunakan untuk skrining epidemiologi adalah tes imunofluoresensi tidak langsung, ELISA, dan hemaglutinasi tidak langsung. Masalah besar pada serodiagnostik di daerah endemi yaitu banyaknya orang dengan kadar antibodi yang tinggi karena terpapar oleh tripanosoma yang tidak infektif bagi manusia. Konsentrasi IgM dalam serum dan CSS kurang mempunyai nilai diagnostik.
Isolasi Trypanosoma gambiense pada bintang percobaan dalam laboratorium yang kecil biasanya tidak berhasil, berbeda dengan Trypanosoma rhodesiense yang dapat menginfeksi binatang. Kultur umumnya tidak praktis untuk diagnostik.
h.      Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan penyakit ini meliputi :
1. mengurangi sumber infeksi
2. melindungi manusia terhadap infeksi
3. mengendalikan vektor
Pengurangan sumber infeksi dapat dilakukan dengan cara melakukan pengobatan secara tuntas pada penderita, bahkan memusnahkan hewan vertebrata yang terinfeksi .
Pengobatan dapat bervariasi dan biasanya berhasil bila dimulai pada permulaan penyakit. Bila susunan saraf pusat telah terlibat, biasanya pengobatan kurang baik hasilnya. Obat-obat yang sering digunakan antara lain :
1.      Eflornithine dengan dosis 400 mg/kg/hari IM atau IV dalam 4 dosis bagi, selama 14 hari dan dilanjutkan dengan pemberian oral 300 mg/kg/hari sampai 30 hari.
2.      Suramin dengan dosis 1 gr IV pada hari ke 1,3,7,14,21 dimulai dengan 200 mg untuk test secara IV. Dosis diharapkan memcapai 10 gram. Obat ini tidak menembus blood-brain barrier dan bersifat toksis pada ginjal.
3.      Pentamadine, dengan dosis 4 mg/kg/hari/hari IM selama 10 hari.
4.      Melarsoprol, dengan dosis 20 mg/kg IV dengan pemberian pada hari ke 1,2,3,10,11,12,19,20,21 dan dosis perharinya tidak lebih dari 180 mg. Enchephalopati dapat muncul sebagai efek pemberian obat ini . Hai ini terjadi oleh karena efek langsung dari arsenical (kandungan dari melarsoprol) dan juga oleh karena reaksi penghancuran dari Trypanosma (reactive enchepalopathy). Bila efek tersebut muncul, pengobatan harus dihentikan.
Eflornithine, Suramin dan Pentamine digunakan pada pasien pada fase awal dan penyebaran. Sementara Melarsoprol dapat digunakan pada ketiga fase tersebut.
6.      Trypanosoma rhodesiense
a.       Klasifikasi
Domain    : Eukarya
Kingdom  : Excavata
Phylum     : Euglenozoa
Class         : Kinetoplastida
Order        : Trypanosomatida
Genus       : Trypanosoma
Species     : Trypanosoma rhodesiense
b.      Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes dari spesies ini. Hospes reservoar Trypanosoma rhodesiense adalah binatang liar seperti antilop. Lalat Glossina berperan sebagai hospes perantara. Panyakitnya disebut tripanosomiasis Afrika atau sleeping sickness.
c.       Morfologi

d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Penyakit yang disebabkan oleh T. rhodosiense sangat jarang, tetapi penting karena penyakit ini sangat berbahaya. Hospes perantaranya ialah lalat Glossina morsitans yang hidup didaerah padang rumput (savana). Baik lalat jantan maupun betina dapat menularkan penyakit ini. Pada Trypanosomiasis rhodosiense hospes reservoar penting karena penularan terjadi pada hospes reservoar melalui lalat ke manusia.
Pengawasan terhadap penyakit ini sulit dilakukan dilakukan karena pada umumnya penduduk Afrika sering berpindah tempat (nomaden). Bila penduduk pindah ke dearah yang tidak ada vektornya, kadang-kadang dijumpai kesulitan lain misalnya tidak adanya air untuk minum (jauh dari sumber air/sungai), sehingga kehidupan menjadi kebih sulit.
Spesies ini ditemukan di daerah Afrika Tropik, yaitu antara garis lintang utara 150 dan garis lintang selatan 180  (Fly belt). T.rhodosiense terdapat di bagian timur.

e.       Siklus Hidup
Pada manusia, kedua spesies tersebut terdapat dalam stadium tripomastigot yang hidup dalam darah. Bentuk ini ada dua macam, yaitu bentuk panjang (32 mikron) dan bentuk pendek  (16 mikron ) yang tidak mempunyai flagel. Stadium tripomastigot hidup di luar sel (ekstraseluler) dalm darah, limpa, kelenjar limfe, cairan otak dan di otak. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan dalam darah tampak bentuk-bentuk yang membelah. Dalam tubuh Glossina, stadium tripomastigot yang terisap dengan darah berkembang biak di usus tengah dan belakang (midgut dan hindhut) secara belah pasang longitudinal. Sesudah 15 hari tampak bentuk langsing  (pro-ventricular form) yang membelah lagi dan kemudian bermigrasi melalui esofagus,faring,ruang mulut, kemudian masuk kedalam kelenjar ludahnya. Dalam Kelenjar ludah parasit ini melekat pada epitel dan berubah menjadi stadium epimastigot. Stadium epimastigot ini berkembang biak berkali-kali dan kemudian berubah menjadi stadium tripomastigot metasiklik yng masuk ke saluran kelenjar ludah, lalu ke probosis dan ditularkan ke manusia. Untuk T.rhodosiense menjadi  infektif  sesudah 14 hari.
Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Glossina yang mengandung stadium tripoomastigot metasiklik, yaitu sebagai bentuk infektif. Cara penularan disebut anterior inoculative.



f.       Patologi dan Gejala Klinis
Parasit ini berkembangbiak di sela-sela jaringan di bawah kulit dan dalam waktu kira-kira 1 minggu timbul syanker tripanosoma.Stadium tripomastigot masuk ke pembuluh darah dan terjadi parasitemia. Pada penduduk asli, masa ini di daerah endemi berlalu afebril, sedangkan penduduk pendatang mengalami demam.Timbulnya demam disebabkan oleh parasit yang menyerang kelenjar limfe. Kelenjar limfe menjadi besar dan nyeri. Hal ini nyata pada daerah servikal belakang yang disebut gejala “Winterbottom”. Juga terjadi pembesaran kelenjar imfe di daerah lain seperti ketiak dan inguinal. Selain itu terjadi pula hepatosplenomegali, penderita sakit berat dapat meninggal.
Pada stadium berikutnya, parasit dapat masuk ke otak dan menyebabkan meningitis, ensefalitis dengan gejala sakit kepala yang berat, kelainan motorik, apatis, letargi, koma dan berakhir dengan kematian. Perbedaan infeksi T.rhodosiense dan T.gambiense ialah: T.rhodosiense sangat virulen, penyakit akut sehingga penderita meninggal dalam waktu yang singkat sebelum gejala otak tampak; T.gambiense, penyakitnya menahun dan sesudah satu tahun, penderita dapat meninggal dengan gejala otak.
g.      Diagnosis
Diagnosis dengan menemuka parasit : 1) Secara langsung dalam sediaan darah atau caiaran otak ; 2) Dalam biopsi kelenjar dan sumsum tulang belakang ; 3) Secara imunologi dengan zat anti fluoresen.
h.      Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan pada penyakit tidur Afrika biasanya berhasil baik bila di mulai pada permulaan penyakit (infeksi dini), yaitu pada stadium darah limfe. Dapat dipakai suramin atau pentamitidin. Bila susunan syaraf sudah terkena dapat dipakai triparsamid.
Obat-obat yang tersedia umumnya toksik untuk manusia, dan beberapa sirain parasit menjadi resisten terhadap obat tersebut. Untuk itu dapt dipakai melarsopol ; Mel B (arsobal).
7.       Trypanosoma cruzi
a.       Klasifikasi
Domain    : Eukarya
Kingdom  : Excavata
Phylum     : Euglenozoa
Class         : Kinetoplastida
Order        : Trypanosomatida
Genus       : Trypanosoma
Species     : T. cruzi
Binomial name Trypanosoma cruzi
b.      Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan hospes parasit ini dan hospes reservoar adalah binatang peliharaan (anjing dan kucing) atau binatang liar (tupai, armadillo, kera dan lain-lain). Triatoma berperan sebagai hospes perantara. Penyakitnya disebut tripanosomiasis Amerika atau penyakit Chagas.
c.       Morfologi
Morfologi Trypanosoma dalam darah tampak sebagai flagelata yang pipih panjang(kira-kira 15-20 mikron), berujung runcing di bagian posterior, mempunyai flagel kurang dari sepertiga panjang tubuh, mempunyai sitoplasma dengan granula inti di tengah yang berwarna tua, serta terdapat kinetoplast. Morfologi yang seperti ini dapat membuat Trypanosoma bergerak aktif secara berombak dan memutar disebabkan oleh flagel kontraktilnya
d.      Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Hospes reservoar selalu merupakan sumber infeksi. Hospes perantaranya yaitu Triatoma infestans,Rhodnius prolixus dan Panstrongylus megistus yang hidup di sela-sela dinding rumah yang terbuat dari papan atau batu. Penyakit ini ditemukan di Amerika Selatan ,Amerika Tengah dan Amerika Serikat (Corpus Christi,Texas).
e.       Siklus Hidup
Stadium amastigot, yang besarnya hanya 2-3 mikron, terdapat intraseluler dalam sel RE dan berkembangbiak secara belah pasang longitudinal.Stelah penuh, sel RE pecah dan stadium amastigot melalui stadium promastigot berubah menjadi stadium epimastigot, kemudian menjadi stadium tripomastigot yang masuk kembali ke dalam darah. Stadium amastigot ditemukan dalam sel RE limpa, hati, kelenjar limfe, sumsum tulang, sel otot jantung dan sel otak. Bila Triatoma mengisap darah seorang penderita tripanomiasis, stadium tripomastigot dan stadium amastigot berubah menjadi stadium epimastigotdalam usus tengah (midgut), kemudian bermigrasi ke bagian posterior (hindgut) untuk berubah menjadi stadium tripomastigot metasiklik yang merupakan bentuk infektif.Siklus ini berlangsung selama kira-kira 10 hari.

f.       Patologi dan Gejala Klinis
Stadium tripomastigot metasiklik dikelilingi oleh makrofag dan kemudian masuk ke dalamnya dan berubah menjadi stadium amastigot dan membelah. Banyak makrofag yang diserang, sehingga terbentuk suatu granuloma (chagoma) yang dapat membendung aliran limfe. Bila hal ini terjadi pada mata, timbul edema kelopak mata pada salah satu mata (edema unilateral) yang disebut gejala Romana.
Melalui stadium Promastigot dan epimastigot, paasit ini masuk melalui aliran darah  dan berubah menjadi stadium tripomastigot. Kemudian terjadi parasitemia yang memberi gejala toksik. Parasit ini masuk ke dalam alat-alat yang mengandung sel RE, sehingga timbul gejala splenomegali, hepatomegali dan limfadenopati; juga terjadi kelainan pada sumsum tulang , karena penuh dengan parasit.Penderita sakit berat, demam, dan sering ada gejala jantung, sehingga penderita meninggal pada stadium akut. Hal ini biasanya terjadi pada anak, pada orang dewasa penyakitnya dapat menahun.
g.      Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan : 1) menemukan parasit dalam darah pada waktu demam atau dalam biopsi kelenjar limfe, limpa, hati, dan sumsum tulang (stadium tripomastigot dan stadium amastigot), 2) menemukan parasit pada pembiakan dalam medium (stadium epimastigot) , 3) xenodiagnosis dengan percobaan serangga Triatoma atau Cimex , 4) pada beberapa uji imunodiagnostik yang telah dikembangkan untuk mendeteksi adanya zat anti terhadap T.gambiense anatara lain :
1.      Uji Aglutinasi Card (Card Agglutination Test for Trypanosomiasis atau CATT) yang banyak digunakan di lapangan.
2.      ELISA untuk mendeteksi adanya antigen tripanosoma di dalam serum dan cairan serebro spinalis.
3.      Card Indirect Agglutination Test (CIAT) yang merupakan modifikasi ELISA dengan uji aglutinasi lateks.
h.      Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan dilakukan salah sstunya dengan pengawasan bank darah, upaya ini dapat mencegah timbulnya infeksi pada manusia.
Pengobatan terhadap penyakit ini tidak memuaskan karena belum ada obat yang dapat menghancurkan parasit yang berada dalam sel jaringan. Primakuin merupakan obat terbaik untuk membasmi tripomastigot dalam darah,Selain itu digunakan juga nitrofurans dan amfoterisin B.
     Pada tikus pengobatan kombinasi antara obat-obat anti mikosis golongan azol; dengan terbinafin selama 14 hari memberiakn derajat kesembuhan 100%. Percobaan in vitro menunjukkan hasil yang baik dapat di capai oleh pengobatan kombinasi antara lovastatin, azol dan terbinafin.
8. Plasmodium falciparum
a.       Klasifikasi
Kerajaan     : Protista
Filum          : Apicomplexa
Kelas          : Aconoidasida
Ordo           : Haemosporida
Famili         :  Plasmodiidae
Genus         : Plasmodium